Kamis, 22 Maret 2012

BBM NAIK, PETANI ACEH SENGSARA


BBM NAIK, PETANI ACEH SENGSARA
Oleh : Hendra Saputra*
Serangkaian aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin marak saja. Tak terkecuali di Banda Aceh, minggu (18/3) puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Pusat Barisan Muda Mahasiswa Aceh (DPP-BM2A) melakukan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di Bundaran Simpang Lima Banda Aceh. Sehari sebelumnya aksi serupa dilakukan oleh massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) (Serambi Indonesia 19/3).
 Kendati unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM hampir terjadi di seluruh daerah, namun tampaknya pemerintah tidak akan bergeming. Banyak kalangan memprediksikan kenaikan harga BBM tetap akan terjadi per 1 April 2012.  Pemerintah berdalih kenaikan harga minyak dunia yang menembus harga US$ 122/barel (Februari 2012) dan diprediksi akan terus meningkat mengakibatkan pembengkakan alokasi anggaran tambahan. Kondisi ini terjadi karena penetapan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dalam APBN 2012 hanya US$ 90/barel sehingga terjadi gap antara harga yang ditetapkan dengan harga realisasi. Dengan demikian, pemerintah mengusulkan opsi kenaikan harga BBM bersubsidi dengan tujuan merasionalisasikan anggaran untuk subsidi BBM. Dua opsi yang diusulkan pemerintah adalah : opsi pertama, menaikkan harga eceran premium dan solar sebesar Rp. 1.500 per liter; opsi kedua, memberikan subsidi tetap sebesar Rp. 2000 per liter.
Pro kontra kenaikan harga BBM akan terus berlangsung sampai dengan ditetapkannya keputusan naik atau tidaknya harga BBM pada 1 April ini. Pemerintah mengasumsikan kenaikan BBM tidak akan menyengsarakan rakyat karena kebijakan kenaikan harga BBM akan dibarengi dengan empat skema kompensasi, yaitu : (1) penyaluran Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp. 150.000/Rumah Tangga sasaran (RTS); (2) beasiswa pendidikan untuk siswa miskin; (3) penambahan jumlah penyaluran Raskin; dan (4) subsidi pengelolaan angkutan umum. Disisi lain kalangan kontra terhadap kenaikan harga BBM menilai skema kompensasi yang diberikan oleh pemerintah terhadap antisipasi kenaikan harga BBM hanya bersifat sementara dan tidak akan mampu menciptakan kemandirian rakyat miskin untuk keluar dari kemiskinan itu sendiri. Dari ke-empat skema kompensasi tersebut, hanya beasiswa pendidikan untuk siswa miskin saja yang dianggap sebagai program yang cerdas, selebihnya hanya bersifat karitatif (charity) yang mengakibatkan orang miskin semakin miskin karena bermental “bantuan semata”.
Terlepas dari pro kontra kenaikan harga BBM, dampak rencana kenaikan BBM mulai dirasakan oleh masyarakat.  Kenaikan beberapa barang kebutuhan pokok sudah mendahului kenaikan BBM sebulan lalu. Seperti yang diberitakan koran Radar Jogja (14/3), di pasar Baledono-Purworejo sejumlah kebutuhan pokok seperti beras, gula, dan bumbu dapur mulai merangkak naik. Kenaikan harga paling mencolok pada komoditas cabai. Cabai rawit naik drastis dari Rp 20.000 menjadi Rp 30.000 per kilo. Demikian pula  di pasar tradisional Medan, harga gula pasir naik dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000 per kilo. Demikian pula dengan minyak goreng curah yang meningkat bahkan harga daging sapi diprediksi akan turut naik (Waspada Online 10/3).
Tidak jauh berbeda dengan kondisi di Aceh. Serambi Indonesia (19/3) memberitakan beberapa daerah di Aceh mengalami kenaikan harga sembako. Di kota Lhokseumawe dan Aceh Utara kenaikan harga sembako seperti gula pasir dan minyak goreng mulai bergerak naik. Kenaikan harga-harga sembako di Aceh merupakan imbas dari  kenaikan harga di Medan. Tidak dapat dipungkiri sebahagian besar kebutuhan pokok untuk  wilayah Aceh dipasok dari provinsi tetangga ini. 
Dampak terbesar akibat dari kenaikan BBM ini akan sangat dirasakan oleh petani. Kenaikan harga-harga sembako serta dibarengi dengan peningkatan harga komponen produksi pertanian seperti kenaikan harga pupuk, bibit, pestisida dan biaya transportasi akan berdampak pada menurunnya kemampuan daya beli petani. Kondisi akan membuat petani semakin termarjinalkan. Mesti di ingat, petani merupakan komponen terbesar dari masyarakat miskin di Aceh.
Dibutuhkan langkah nyata untuk menyelamatkan petani dari kondisi ini. Kebijakan-kebijakan pemerintah diharapkan lebih memihak kepada petani. Beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah tentunya dengan seluruh stakeholder terkait.
Pertama, dalam jangka pendek, penyaluran kompensasi harus benar-benar diawasi dan tepat sasaran. Penentuan penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp. 150.000/Rumah Tangga sasaran (RTS) harus benar-benar tepat sasaran. Kisruh saat pembagian BLT tahun-tahun sebelumnya sebaiknya dijadikan pelajaran berharga. Namun penyaluran BLSM ini hanyalah bersifat sementara, sehingga perlu pemahaman bahwa BLSM hanya sebagai “obat penghilang sakit” saja.  
Kedua, pemenuhan beras untuk rakyat miskin (raskin) semestinya dipenuhi dari petani lokal. Bulog diharapkan memproritaskan pemenuhan raskin ini dari produksi lokal dan mengurangi impor beras. Secara tidak langsung pemenuhan raskin dari petani lokal lebih membantu para petani untuk meningkatkan taraf hidupnya.  
Ketiga, percepatan pembangunan sektor pertanian. Progam dan kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah diharapkan mencapai target tepat sasaran dan waktu. Pencapaian pembangunan pertanian yang tepat waktu dan sasaran sangat membantu petani sebagai penerima manfaat langsung dari kegiatan tersebut.
Diharapkan pemerintah serius untuk menghadapi kondisi kenaikan BBM ini, sehingga petani yang menerima dampak terbesar dapat “sedikit” terselamatkan dari keterpurukan jurang kemiskinan yang semakin dalam.
* Penulis adalah Mahasiswa S3 Pembangunan Pertanian – Unand Padang.

Tidak ada komentar: